Makalah; PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA
Pengelolaan wakaf di Indonesia itu bagaimana sih? secara teori dan praktiknya bagaimana? kali ini saya akan berbagi informasi tentang wakaf dengan sebuah makalah yang menjelaskannya secara rinci.
PENGELOLAAN WAKAF DI
INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Di tengah permasalahan
sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini,
eksistensi lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Di samping sebagai
salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan
ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Oleh
karena itu sangat penting dilakukan pendefinisian ulang terhadap wakaf agar
memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan.
Perbincangan tentang
wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah,
bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Sampai
dewasa ini kebanyakan masyarakat Indonesia masih pada pemahaman bahwa
pengamalan wakaf harus berwujud benda tidak bergerak khususnya tanah yang di
atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat
dari pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya
tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan alasan apapun. Bertahan
pada pemahaman seperti itu bukanlah sebuah kesalahan. Namun yang pasti
Indonesia telah memiliki aturan tersendiri mengenai wakaf. Oleh karena
demikian, aturan itulah yang menjadi menjadi standar pengamalan wakaf di
Indonesia.
Adapun materi pada
makalah ini akan difokuskan pada persoalan wakaf di Indonesia yaitu: 1) Bagaimana ketentuan peraturan dan pengelolaan wakaf di Indonesia
? 2) Bagaimana fakta dan dinamika perkembangan wakaf ? 3) Apa fatwa MUI mengenai
hukum wakaf uang ? 4) Apa saja kekurangan sistem pengelolaan wakaf di Indonesia
?
B. PERATURAN DAN
PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA
Pengaturan wakaf di
Indonesia sebelum kedatangan kaum penjajah dilaksanakan berdasarkan ajaran
Islam yang bersumber dari kitab fikih bermazhab syafi’i. Oleh karena masalah
wakaf ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial dan adat di Indonesia,
maka pelaksanaan wakaf itu disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku di
Indonesia, dengan tidak mengurangi nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam
wakaf itu sendiri.
Lahirnya undang-undang
nomor 5 tahun 1960 tentang Agraria telah memperkokoh eksistensi wakaf di
Indonesia. Dalam pasal 49 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa untuk
keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya dapat diberi tanah yang
dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai, perwakafan tanah milik
dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk memberi kejelasan
hukum tentang wakaf dan sebagai realisasi dari undang-undang ini, pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
Sejak berlakunya PP
Nomor 28 Tahun 1977 ini, maka semua PERPU tentang perwakafan sebelumnya,
sepanjang bertentangan dengan PP ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan
hal-hal yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri sesuai dengan bidang wewenang dan tugas masing-masing.
Langkah-langkah yang telah diambil oleh Departemen Agama sehubungan dengan
tebitnya PP Nomor 28 tahun 1977 ini antara lain[1]:
1. Mendata
seluruh tanah wakaf hak milik diseluruh wilayah tanah air guna menetukan tolak
ukur pengelolaan, pemberdayaan dan pembinaannya;
2. Memberikan
sertifikat tanah wakaf yang belum disertifikasi dan memberikan advokasi
terhadap tanah wakaf yang bermasalah.
Menurut data yang
dimiliki oleh Departemen Agama, pelaksanaan wakaf di Indonesia sampai tahun
1989 masih didominasi pada penggunaan untuk tempat-tempat ibadah seperti
mesjid, pondok pesantren, mushola dan keperluan ibadah lainnya. Sedangkan
penggunaan pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan umum dalam bidang
ekonomi masih sangat minim, bukan benda-benda produktif yang dapat mendatangkan
keejahteraan umat. Menyadari tentang kekurangan ini, Departemen Agama beserta
Majelis Ulama, dan pihak terkait lainnya telah berupaya memperdayakan
tanah-tanah tersebut dari pengelolaan tradisional konsumtif menjadi profesional
produktif dengan cara penyuluhan hukum wakaf kepada masyarakat, menyusun RUU
tentang wakaf yang sesuai dengan perkembangan masa kini dan mewujudkan Badan
Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga yang mengelola wakaf secara nasional.
Pada tanggal 27 Oktober
2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan UU Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 159. Dalam UU ini diatur hal
penting tentang pengembangan wakaf, terutama tentang masalah nadir, harta benda
yang diwakafkan, peruntukan harta wakaf, serta perlunya dibentuk Badan Wakaf
Indonesia dan juga tentang wakaf tunai dan produktif. Dalam UU ini, benda wakaf
tidak hanya benda tidak bergerak saja, tetapi juga termasuk benda bergerak
seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan
intelektual, hak sewa, dan lain-lain sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2]
Dalam penjelasan umum
UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan bahwa salah satu langkah
stategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf
sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai
sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang
berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu
dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syari’ah.[3]
Sedangkan dalam
Kompilasi Hukum Islam Penjelasan Wakaf diatur pada pasal 215, yang dimaksud
dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
ibadat atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
2. Wakif adalah orang atau
orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.
3. Ikrar adalah pernyataan
kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
4. Benda wakaf adalah
segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak uang memiliki daya tahan
yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
5. Nadzir adalah kelompok
orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda
wakaf.
6. Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang
diangkat berdasarkan peraturan peraturan yang berlaku, berkwajiban menerima
ikrar dan wakif dan menyerahkannya kepada Nadzir serta melakukan pengawasan
untuk kelestarian perwakafan.
7. Pejabat Pembuat Ikrar
Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Agama.
C. HUKUM WAKAF UANG MENURUT FATWA MUI
Beberapa sumber hukum menyebutkan bahwa wakaf uang
telah dahulu dipraktikkan oleh masyarakat yang menganut madhab Hanafi. Akan
tetapi para ulama terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum wakaf uang. Imam
Bukhori mengungkapkan bahwa Imam Az-Zuhri (wafat 124 H) berpendapat bahwa dinar
dan dirham boleh diwakafkan, caranya adalah dengan menjadikan dinar/dirham itu
sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Wahbah
az-Zuhaily juga mengungkapkan bahwa madhab hanafi membolehkan wakaf uang
sebagai pengecualian, atas dasar istihsan bi al-urfi (adat istiadat) mempunyai
kekuatan yang sama dengan hokum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks) ( VIII,
1985: 162). Dasar argument madhab Hanafi adalah hadist yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Masud R.A:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka
dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum
muslimin, maka dalam pandangan Allah pun buruk".
Cara melakukan wakaf uang menurut madhab Hanafi adalah
dengan menjadikannya modal usaha yang menguntungkan dan tidak keluar dari jalur
syariat Islam, lemudian keuntungannya diberdayakan untuk kepentingan umat.
Selain ulama madhab Hanafi, ada juga sebagian ulama
yang mengatakan bahwa madhab SyafiI juga membolehkan wakaf uang sebagaimana
ditulis oleh al-Mawardi (t.th/VII:1299).
"Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam SyafiI tentang
dibolehkannya wakaf dinar dan dirham"
Mengacu pada hal itu beserta dasar-dasar hukum lain,
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan wakaf uang. Fatwa
komisi fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Dalam fatwa tersebut
ditetapkan bahwa:
- wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai (cash).
- Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
- Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara Syari
- Nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
D. FAKTA DAN DINAMIKA
PERKEMBANGAN WAKAF
Wakaf adalah salah satu lembaga islam yang potensial
untuk dikembangkan, khususnya di Negara-negara berkembang. Berdasarkan
pengalaman Negara yang lembaga wakafnya sudah maju, wakaf dapat dijadikan salah
satu pilar ekonomi. Meskipun wilayah islam terpecah-pecah sebagai akibat
penjajahan, namun harta wakaf yang ada di wilayah-wilayah islam yang sudah
merdeka tetap terpelihara dengan baik.[4]
Turki adalah salah satu
Negara yang mempunyai sejarah perwakafan yang sangat menarik untuk dipelajari.
Sejak masa Turki Usmani, wakaf telah menghidupi berbagai pelayanan public dan
menopang pembiayaan berbagai bangunan seni dan budaya. Selama pemerintahan
republik, dengan mengadopsi hukum sipil (hukum no. 903), wakaf telah memperoleh
identitas baru. Berdasarkan hukum tersebut, pemerintah Republik Turki membentuk
Direktorat Jenderal wakaf yang bertugas menjalankan semua tugas kementerian
wakaf yang dahulu berlaku pada era kesultanan Turki Utsmani. Bahkan pada tahun
1983, di Turki di bentuk kementrian wakaf untuk mengawasi tata kelola wakaf.
Pada tahap ini, semua wakaf di Turki di atur berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Di Bangladesh wakaf tunai memiiki arti yang
sangat penting dalam memobilisasi dana bagi pengembangan wakaf properti. Social
investment Bank Ltd (SIBL) mengintrodusir sertifikat wakaf tunai, suatu produk
baru baru dalam sejarah perbankan. Di Bangladesh SIBL membuka peluang kepada
masyarakat untuk membuka rekening deposito wakaf tunai dengan tujuan mencapai
yaitu: menjadikan perbankan fasilitator untuk menciptakan wakaf tunai dan
membantu dalam pengelolahan wakaf, membantu memobilisasi tabungan masyarakat, meningkatkan
investasi sosial dan mentransformasikan tabungan masyarakat menjadi modal,
memberikan manfaat kepada masyarakat luas terutama golongan miskin, dengan
menggunakan sumber sumber yang di ambilnya dari golongan orang kaya, meniptakan
kesadaran diantara orang kaya tentang tanggung jawab social mereka terhadap
masyarakat, membantu pengembangan Social Capital Market, membantu usaha-usaha
pembangunan bangsa secara umum dan membuat hubungan yang unik antara jaminan
social dan kesejahteraan masyarakat.
Di Kuwait wakaf sudah
setua eksistensi kebudayaan orang-orang Kuwait. Pada awalnya asset wakaf di
Kuwait hanya meliputi mesjid, rumah-rumah tua, dan uang yang terbatas. Namun
setelah ditemukan sumber minyak, nilai wakaf yang berbentuk property berkembang
pesat. Banyak wakaf property di jadikan kompleks komersial, bangunan
permukiman, pertokoan dan pusat rekreasi. Pada tahun 1921 pemerintah Kuwait
membentuk Departemen Wakaf, pada tahun 1948 departemen ini memberi tugas untuk
mengelolah tempat tempat ibadah dan merawat orang orang yang lemah.
Wakaf tidak dapat dilepaskan dari perkembangan Islam
dan Dakwah Islam di Indonesia. Banyak organisasi keagamaan, masjid, pondok
pesantren, dan lembaga pendidikan yang berdiri di atas tanah wakaf.
Sejak tahun 2000, wakaf mulai banyak mendapat
perhatian di Indonesia, baik dari praktisi, akademis maupum pemerintah. Kondisi
ini di tengarai dengan adanya berbagai tulisan di media masa, baik cetak maupun
elektronik[5].
Wakaf uang penting sekali untuk di kembangkan di Indonesia saat ini kondisi
perekonomian kian memburuk. pendapatan yang di peroleh dari pengelolahan wakaf
tersebut dapatdi belanjakanuntuk berbagai tujuan yang berbeda-beda, seperti
keperluan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, untuk
pemeliharaan harta-harta wakaf, dan lain-lain. Jika ada lembaga wakaf yang
mampu mengelolah wakaf uang secara professional, maka lembaga ini merupakan
saran baru bagi umat islam untuk beramal.
Indonesia sudah memiliki regulasi yang memadai sebagai
dasar pengelolaan wakaf yang sejalan dengan ketentuan syariat Islam, antara
lain UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004.
Setelah diundangkannya UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf , ada beberapa hal yang dipandang sebagai terobosan penting dalam
perkembangan wakaf di Indonesia, yaitu: Pertama, diakuinya Wakaf Benda
Bergerak, termasuk wakaf tunai (cash waqf) berupa uang yang diharapkan menjadi
sumber harta wakaf potensial yang dapat
disinergikan dengan harta Wakaf Benda Tidak Bergerak. Kedua, dibentuknya BADAN
WAKAF INDONESIA (BWI) sebagai lembaga independen yang bertugas memajukan dan
mengembangkan perwakafan nasional. [6]
Menurut data Kementerian Agama RI Tahun 2010, Jumlah
lokasi tanah wakaf di Indonesia sebanyak 414.848 lokasi dengan luas tanah
2.171.041.349,74 M2. Hampir 95 % asset wakaf belum dimanfaatkan secara optimal
sehingga peran sosial-ekonomi wakaf belum maksimal.
Data Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, pada tahun
2011, dari 74.156 lokasi tanah wakaf di Jawa Barat, 22.587 lokasi (30,54 %)
belum bersertifikat, bahkan 5.981 diantaranya belum memiliki dokumen Akta Ikrar
Wakaf (AIW). Kondisi tersebut antara lain yang menyebabkan sering terjadinya
konflik tanah wakaf, terutama antara Ahli Waris Wakif dengan Nazhir, atau
konflik pengelolaan wakaf antara Nazhir dengan masyarakat.
Dengan melihat data diatas, maka seharusnya asset
wakaf yang belum maksimal bisa dikelola lebih maksimal agar peran sosial
ekonomi bisa lebih maksimal dan perlu diadakan sosialisasi tentang wakaf tanah
maupun uang karena banyak sekali tanah wakaf yang belum bersertifikat dan belum
memiliki dokumen Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang memicu terjadinya konflik tanah
wakaf, terutama antara Ahli Waris Wakif dengan Nazhir, atau konflik pengelolaan
wakaf antara Nazhir dengan masyarakat.
E. KESIMPULAN
Wakaf sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan
dipraktikkan di Indonesia. Diperkirakan lembaga wakaf ini sudah ada sejak Islam
masuk ke Nusantara kemudian berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan
agama Islam di Indonesia.pengaturan tentang sumber hukum, tata cara, prosedur,
dan praktik perwakafan dalam bentuk peraturan masih relatif baru, yakni sejak
lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2004 Presiden SBY
mengesahkan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam UU ini diatur tentang
semua hal tentang wakaf, diantanya adalah pengertian wakaf, nadzir, PPAIW,dll.
Perkembangan wakaf yang awalnya tradisional, diharapkan
berkembang menjadi lebih produktif dan tidak hanya tanah saja yang menjadi
harta benda wakaf tetapi juga benda bergerak seperti uang, logam mulia,
kendaraan, dll. Sesuai dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang membolehkan wakaf uang (2003: 86) pada tanggal 11 Mei 2002.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan. 2006. Aneka
Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta.
Adijani al-Alabij.1989.
Perwakafan tanah di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.
Ali, Mohammad Daud.
1995. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Lubis, Suhrawardi K.2010. Wakaf dan
Pemberdayaan Umat. Sinar Grafika: Jakarta.
Belum ada Komentar untuk "Makalah; PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA"
Posting Komentar