Ilmu Hadits ; Pengertian dan Bentuk - Bentuk Hadits

Pengertian dan Bentuk - Bentuk Hadits - Berikut penjelasan secara detail tentang hadits, mulai pengertian, bentuk-bentuk hadits dan ejarah Hadits juga perbedaan- perbedaan yang menyangkut hadits:

Pengertian Hadits

1. Pengertian hadits secara etimologis Menurut Ibn Manzhur, kata ‘hadis ‘ berasal dari bahasa arab, yaitu al-hadist, jamaknya al-Ahadist , al-Hadistan dan al-hudtsan. Secara etimologis , kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-khabar, yang berarti kabar atau berita.
Dalam Al-Quran, kata hadist ini digunakan sebanyak 23 kali. Berikut contohnya:

a. Komunikasi Religius : risalah atau Al-Quran
Allah Ta’ala menurunkan secara bertahap hadits(risalah) yang paling baik (yaitu) dalam bentuk kitab (Q.S. Az-Zumar [39]:23

b.Kisah tentang suatu watak sekuler atau umum
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokan ayat Kami, tinggalkanlah mereka sehingga membicarakan hadis (perkataan) yang lain.
c. Kisah historis
Apabila telah sampai kepadamu hadis (kisah) musa?

d. Kisah kontemporer atau percakapan

Q.S Attahrim [66]:3

2. Pengertian Hadits Secara Terminologi

Secara terminologis, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadits secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang di dalaminya.

Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut :
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.”

Adapun menurut istilah para fuquha, hadis adalah:
“Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.”

PENGERTIAN SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR

1. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa, Sunnah adalah : jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela.
Kalau menurut istilah, sunnah atau hadits adalah : hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan maupun sifat beliau, baik berupa sifat fisik, moral, maupun perilaku sebelum beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya.

2. Pengertian Khabar
Khabar : warta (berita) yang di sampaikan dari seseorang kepada orang lain.

3. Pengertian Atsar
Atsar : bekas sesuatu (sisa) sesuatu.
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.
BENTUK – BENTUK HADIS

Bentuk-bentuk hadits terbagi pada qauli (perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan), hammi (keinginan), ahwali (hal ihwal), dan lainnya.

1. Hadits qauli
Hadits qauli adalah segala bentuk perkataan, atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW, yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk, peristiwa, syara’, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, syari’at maupun akhlak.
2. Hadits Fi’li
Hadits fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW, yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya.
3. Hadits Taqriri
Hadits taqriri adalah segala ketetapan Nabi terhadap apa yang datang/ di lalukan oleh para sahabatnya. Nabi SAW membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya.
4. Hadits Hammi
Hadits Hammi : hadits yang berupa keinginan/hasrat Nabi SAW yang belum direalisasikan, seperti: hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura.
5. Hadits Ahwali
Hadits ahwali: hadits yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang tdk termasuk ke dalam kategori keempat bentuk hadits diatas.

D. Hadits Qudsi
Hadits qudsi secara bahasaa berasal dari kata qadusa, yaqdusu, qudsan, artinya suci atau bersih. Jadi, hadits qudsi secara bahasa adalah hadits yang suci.
Secara terminologi, terdapat banyak definisi dengan redaksi yang berbeda-beda. Meskipun demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits qudsi adalah segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi SAW, selain Al-Quran yang redaksinya disusun oleh Nabi SAW.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HADITS QUDSI DAN HADITS NABAWI

Persamaannya yaitu : antara hadits qudsi & hadits nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT.
Kalau perbedaannya yaitu : hadits nabawi dinisbatkan kepada Rasul Saw dan diriwayatkan dari beliau, sedangkan hadits qudsi dinisbatkan kepada Allah SWT & Rosul Saw hanya menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT.

PERBEDAAN AL-QURAN DENGAN HADITS QUDSI

Berikut ini perbedaanya :
1.Al-Quran Al-Karim adalah kalam Allah SWT yang menantang & mukjizat yang abadi hingga hari akhir, sedangkan hadits qudsi tidak digunakan untuk menantang & tidak pula untuk mukjizat.

2.Al-Quran Al-Karim hanya dinisbatkan untuk Allah SWT, sedangkan hadits qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah SWT & kadang juga disandarkan kepada Rasulullah Saw.

3.Al-Quran Al-Karim dari Allah, baik lafadz maupun maknanya & merupakan wahyu Allah, sedangkan hadits qudsi itu maknanya saja dari Allah & lafadznya dari Rasulullah Saw.

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS

Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.

M. Habsyi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadits menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW. Hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.

1. Periode pertama : Perkembangan hadits pada masa Rasulullah SAW. Periode ini disebut ‘Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin’ (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam). Tokoh-tokohnya yaitu:
a. Abdullah Ibn Amr Ibn Al-’Ash, shahifah-nya disebut Ash-Shadiqah.
b. Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
c. Anas Ibn Malik

2. Periode kedua : perkembangan hadits pada masa khulafa’ ar-rasyidin (11 H – 40 H)
periode ini disebut Ashr-At-Tatsabbul wa Al-Iqlal min Al Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW, wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.

3. Periode ketiga: Perkembangan pada masa sahabat kecil dan tabiin.

Periode ini disebut ‘ashr intisyar al-riwayah ila al-amshar’ (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis).

Adapun tokoh-tokohnya :

Abu hurairah, menurut ibn al-jauzi, beliau meriwayatkan 5.374 hadits, sedangkan menurut al-kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadits.
  • Abdullah ibn umar meriwayatkan 2.630 hadits.
  • Aisyah, istri Rasul Saw. Meriwayatkan 2.276 hadits.
  • Abdullah ibn abbas meriwayatkan 1.660 hadits.
  • Jabir ibn ‘Abdullah meriwayatkan 1.540 hadits.
  • Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadits.

Pada periode ketiga ini, mulai muncul usaha pemalsuan hadits oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan : Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan syi’ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu’awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).

Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa At-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan & pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau asas inisiatif pemerintah. Adapun yang atas perseorangan, sebelum abad II H hadits sudah banyak di tulis, baik pada masa tabi’in, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi Saw. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101 H. Pada saat itu banyak perowi hadits yang meninggal, sehingga Khalifah Umar Ibn Aziz berinisiatif untuk membukukan & mengumpulkan hadits-hadits dalam satu buku dari para perowinya langsung.

Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul hadits adalah :

1. Pengumpul pertama di kota Mekkah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi’ Ibn Shabih (w. 160 H)
4. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H)
5. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza’i (w. 95 H)
6. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (w.104-188 H)
7. Pengumpul pertama di Yaman, Ma’mar Al-Azdy (95-153 H)
8. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11-181 H)
10. Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa’ad (w. 175 H).

5. Periode Kelima : Masa Men-tashih-kan Hadits dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya

Abad ketiga Hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan hadits. Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwaththa’ – Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan enghapal hadits, mengumpulkan, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadits.

Para ulama pada mulanya menerima hadits dari para rawi lalu menulis ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memperhatikan shahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadits dan adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk mengacaukan hadits, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.

a.membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman, masa, dan lain-lain.
b.memisahkan hadits-hadits yang shahih dari hadits yang dha’if yakni dengan men-tashih-kan hadits.

Tokoh-tokoh dalam masa ini yaitu : ‘Ali Ibnul Madany, Abu Hatim Ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari, Muhammad Ibn Sa’ad, Ishaq Ibnu Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’I, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah & Ibnu Qutaibah Ad-Dainuri.

6. Periode Keenam : Dari Abad IV hingga tahun 656 H (yaitu pada masa ‘Abasiyyah angkatan ke-2).
Periode ini dinamakan ‘Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi wa Al-Jami’.
Ulama-ulama hadits yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadits semata-mata atas usaha sendiri & pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya di berbagai pelosok negeri.

Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat yang degelari ‘mutaakhirin’. Kebanyakan hadits yang mereka kumpulkan itu petikan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikityang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.
Di antara usaha-usaha ulama hadits yang terpenting dalam periode ini adalah: mengumpulkan hadits Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab, mengumpulkan hadits-hadits dalam enam kitab, mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab, mengumpulkan hadits-hadits hukum & menyusun kitab-kitab ‘Athraf.

7. Periode Ketujuh (656 H-sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu’tashim (w. 656 H) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al-Jami’ wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-takhrij-an, dan pembahasan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan isi kitab-kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab enam takhrij, serta membuat kitab-kitab Jami’ yang umum.

Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-ulama hadits yang menyusun kitab ‘Athraf.

Tokoh-tokoh hadits yang terkenal pada masa ini adalah : Adz-Dzahaby (748 H), Ibnu Sayyidinnas (734 H), Ibnu Daqiq Al-’Ied, Mughlathai (862 H), Al-Atsqalany (852 H), Ad-Dimyati (705 H), Al-’Ainy (855 H), As-Suyuthi (911 H), Az-Zarkasy (794 H), Al-Mizzy (742 H), Al-’Alay (761 H), Ibnu Katsir (774 H), Az-Zaily (762 H), Ibnu Rajab (795 H), Ibnu Mulaqqin (804 H), Al-Bulqiny (805 H), Al-’Iraqy (w. 806 H), Al-Haitsamy (807 H), dan Abu Zurah (826 H).

MADRASAH-MADRASAH HADIS

Madrasah hadis adalah tempat atau pusat penyebaran hadis Nabi SAW. Berkembangnya madrasah hadis ini diawali ketika Rasul mengutus para sahabat untuk berdakwah keberbagai pelosok negri, seperti Irak, Yaman, Mesir, dan sebagainya. Ditempat inilah mereka mengajar agama termasuk mengajar hadis-hadis yang telah mereka dapatkan dari Rasul SAW.

Madrasah hadis tersebut melahirkan tokoh-tokoh terkenal, baik dari golongan sahabat, tabiin, maupun atba’ tabiin.
Berikut ini tokoh-tokohnya :

1. Madrasah Madinah
2. Madrasah Mekah
3. Madrasah Yaman
4. Madrasah Bashrah
5. Madrasah Kufah
6. Madrasah Syam
7. Madrasah Mesir

Belum ada Komentar untuk "Ilmu Hadits ; Pengertian dan Bentuk - Bentuk Hadits"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel