Makalah Ikhbat

Makalah Ikhbat


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dalam ilmu tasawuf ada banyak cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satunya Ikhbat merupakan pendakian pertama (permulaan posisi atau maqom) bagi orang-orang yang mendekatkan diri terhadap Allah. 

Pada makalah ini akan mengupas tentang ikhbat agar dalam mempelajari ilmu tasawuf tidak bingung dan terarah. Banyak maqom dalam ilmu tasawuf tapi kita belajar terlebih dahulu maqom yang paling rendah atau permulaan pada tasawuf yaitu ikhbat. Orang yang berada dipersinggahan ikhbat maka orang tersebut tidak lagi terpengaruh oleh pujian dan celaan.

B.    Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud Ikhbat ?
2.    Bagaimana Pendapat tentang lafazh mukhbitin?
3.    Apa saja tingkatan ikhbat ?

C.    Tujuan

1.    Agar mengetahui tentangpengertian ikhbat
2.    Agar memahami ikhbat sampai pada tingkatan-tingkatannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ikhbat

Ikhbat menurut pengertian bahasa artinya permukaan tanah yang rendah. Atas dasar pengertian bahasa ini pula Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu dan Qatadah mengartikan lafazh mukhbitin di dalam ayat Al-Qur'an sebagai orang-orang yang merendahkan diri. Sedangkan menurut Mujahid, mukhbit artinya orang yang hatinya merasa tenang bersama Allah, karena menurut pendapatnya, khabtu artinya tanah yang stabil. Menurut Al-Akhfasy, mukhbitin artinya orang-orang yang khusyu'. Menurut Ibrahim An-Nakha'y, artinya orang-orang yang shalat dan ikhlas. Menurut Al-Kalby, artinya orang-orang yang hatinya lembut. Menurut Amr bin Aus, artinya orang-orang yang tidak berbuat zhalim, dan jika dizhalimi tidak membalas. Allah befirman,

وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
"Dan, berilah kabar gembira kepada orang-orang yang merendahkan diri (kepada Allah)." (QS. Al-Hajj : 34)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَخْبَتُوا إِلَىٰ رَبِّهِمْ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." (QS. Hud : 23).

B.    Pendapat tentang lafazh mukhbitin

Pendapat-pendapat tentang lafazh mukhbitin ini berkisar pada 2 (dua) makna: Merendahkan diri, dan merasa tenang terhadap Allah.
Karena itu lafazh ini disertai dengan kata ila (kepada), sebagai jaminan terhadap pengertian ketenangan dan ketundukan kepada Allah.

Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Ikhbat ini merupakan permulaan dari ketentraman", seperti ketenangan, keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, atau juga merupakan rasa percaya diri bagi musafir untuk tidak surut ke belakang atau ragu-ragu. Karena ikhbat merupakan permulaan posisi bagi orang yang sedang mengadakan perjalanan kepada Allah, yang tidak akan menghentikan perjalanannya selagi dia masih bemapas, maka ikhbat ini bisa diumpamakan air segar yang dilihat musafir saat kehausan di awal tahapan perjalanannya, sehingga air yang diharapkannya menghilangkan keragu-raguannya untuk membatalkan perjalanan, meskipun perjalanannya sulit dan berat.

Apabila ia mendapatkan air, maka keragu-raguan atau lintasan pikiran untuk membatalkan perjalanan menjadi sirna. Begitu pula seorang perantau apabila dia sampai ke tempat persinggahan yang pertama, yaitu thuma'ninah maka hilanglah keragu-raguan darinya.

C.    Tingkatan Ikhbat

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ikhbat ini didasarkan kepada 3 (tiga) Tingkatan :

1.    Memperkuat penjagaan dalam menghadapi syahwat, menjaga hasrat agar tidak lalai dan kecintaan yang dapat mengalahkan kesenangan. Alhasil, perlindungan dan penjagaannya dapat mengalahkan syahwat, hasratnya dapat mengalahkan kelalaian, dan kecintaannya dapat mengalahkan kesenangan.

2.    Hasratnya tidak digugurkan satu sebab pun, hatinya tidak diusik satu penghambat pun, dan jalannya tidak dipotong satu rintangan pun. Ini tiga masalah lain yang dihadapi orang yang sedang berjalan kepada Allah dan yang berada di tempat persinggahan ikhbat. Tapi selagi hasratnya sudah bulat dan perjalanannya dilakukan secara sungguh-sungguh, tentu tidak ada satu sebab pun yang bisa menghambat perjalanannya. Penghambat yang paling berat ialah kesepian saat berjalansendirian. Maka hal ini janganlah dianggap sebagai penghambat, sebagaimana yang dikatakan seseorang yang lurus, "Kesendirianmu dalam mencari sesuatu merupakan bukti benarnya apa yang kamu cari." Yang lain berkata, "Janganlah engkau merasa kesepian karena sedikitnya orang yang berjalan bersamamu dan janganlah terkecoh karena banyaknya orang yang binasa."

                Sedangkan rintangan yang bisa memotong perjalanan ialah hal-hal yang masuk kedalam hati seseorang sehingga dapat menghambatnya untuk mencari dan mengikuti kebenaran. Bila seorang hamba sudah mantap berada di tempat persinggahan ikhbat, hasrat dan pencariannya sudah kuat, maka tidak ada rintangan yang bisa menghambatnya.

3.    Sama bagi dia saat mendapat pujian ataupun celaan, senantiasa mencela diri sendiri, dan tidak melihat kekurangan orang lain yang di bawah dia derajatnya.

Hamba yang sudah mantap berada di tempat persinggahan ikhbat, tidak lagi terpengaruh oleh pujian dan celaan. Dia tidak menjadi gembira karena pujian manusia dan juga tidak sedih karena celaan mereka. Inilah sifat orang yang bisa melepaskan diri dari bagian yang seharusnya diterimanya. Jika seseorang terpedaya oleh pujian dan celaan manusia, maka itu merupakan pertanda bagi hatinya yang terputus, tidak memiliki ruh cinta kepada Allah dan belum merasakan manisnya kebergantungan kepada-Nya.

Senantiasa mencela nafsu diri sendiri, entah yang berkaitan dengan sifat, akhlak atau perbuatannya yang tercela. Nafsu adalah gunung yang sulit dilewati dalam perjalanan kepada Allah. Ini merupakan satu-satunya jalan kepada Allah bagi setiap orang, dan setiap orang juga harus sampai kepada-Nya. Di antara mereka ada yang kesulitan melewatinya dan sebagian yang lain ada yang mudah melewatinya berkat pertolongan Allah. Di atas gunung ini ada lembah, perkampungan, jurang, duri, tebing yang terjal, ada perampok yang akan menghambat siapa pun yang lewat di sana, terlebih lagi orang yang mengadakan perjalanan pada malam yang gelap gulita.

Jika dia tidak mempunyai persiapan iman, pelita keyakinan yang dinyalakan dengan minyak ikhbat, maka ia akan menyerah kepada penghalang dan perintang yang ada, dan perjalanannya akan terhenti. Sementara syetan juga ada di puncak gunung itu, menakut-nakuti manusia yang ingin mendaki dan mencapai puncaknya. Di samping perjalanan melewati gunung itu sendiri sudan sulit, ditambah lagi dengan ketakutan yang dihembuskan syetan, dan lemahnya hasrat dan niat orang yang hendak melewatinya, ini semua membuat orang memutuskan perjalanan dan kembali pulang. Sesungguhnya orang yang terjaga dari godaan ini hanyalah orang yang dijaga Allah.

Setiap kali perjalanan mendaki gunung ini bertambah ke depan, semakin jelas terdengar teriakan syetan yang menakut-nakuti dan meraperingatkannya. Jika sudah sampai ke puncaknya, maka semua ketakutan itu berubah menjadi rasa aman. Pada saat itu perjalanan lebih ringan, rambu-rambu jalan sudah ada, jalannya lapang dan aman, tinggal turun ke lerengnya.

"Tidak melihat kekurangan orang lain karena derajat yang didapatkannya", artinya tidak memperhatikan keadaan orang lain, karena dia disibukkan oleh urusannya sendiri dengan Allah, dan hatinya yang dipenuhi kecintaan kepada-Nya, sekalipun derajatnya lebih tinggi dari orang-orang lain. Andaikan dia sibuk memperhatikan keadaan orang lain, maka hal ini justru akan menurunkan derajatnya dan membuatnya mundur ke belakang.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ikhbat bahasa artinya permukaan tanah yang rendah. Ada beberapa pendapat mengenai devinisi ikhbat diantaranya : Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu dan Qatadah mengartikan lafazh mukhbitin di dalam ayat Al-Qur'an sebagai orang-orang yang merendahkan diri. Sedangkan menurut Mujahid, mukhbit artinya orang yang hatinya merasa tenang bersama Allah, karena menurut pendapatnya, khabtu artinya tanah yang stabil.

Hamba yang sudah mantap berada di tempat persinggahan ikhbat, tidak lagi terpengaruh oleh pujian dan celaan. Dia tidak menjadi gembira karena pujian manusia dan juga tidak sedih karena celaan mereka. Inilah sifat orang yang bisa melepaskan diri dari bagian yang seharusnya diterimanya. Jika seseorang terpedaya oleh pujian dan celaan manusia, maka itu merupakan pertanda bagi hatinya yang terputus, tidak memiliki ruh cinta kepada Allah dan belum merasakan manisnya kebergantungan kepada-Nya.

B.    Saran dan Penutup

Sangatlah baik jika setelah kita mengetahui tentang ikhbat lalu mengamalkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Menjadi orang yang bersih dari kehidupan dunia dan merasa rendah dihadapan Allah senantiasa memperkuat menjaga syahwat agar tidak terpengaruh dari godaan setan.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya banyak kekurangan dan kesalahan, penulis mengharap krtik dan saran yang mendukung demi terwujudnya makalah yang baik.

Meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 1998. Madarijus-Salikin (Pendakian Menuju Allah), Jakarta; Pustaka Al-Kautsar.
http://umustlucky.blogspot.com/2010/09/buku-kedua-tempat-tempat-persinggahan.html


Belum ada Komentar untuk "Makalah Ikhbat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel