Tasawuf Aliran Al-Junaid Al-Baghdadi
Tasawuf Aliran Al-Junaid Al-Baghdadi - Kali ini saya sedikit sahare tentang Al-Junaid Al-Baghdad, yaitu mengenai biografi dan melihat lebih dam tentang beliau sebagai ulama sufi. Artikel ini kemarin sebagai acuan untuk pembuatan makalah tasawuf sebagaimana yang dimaksud bertujuan agar kita mengetahui ulama tasawuf dunia dan mengambil kebaikannya sebagai sarana pengantar kita dalam mempelajari ilmu tasawuf.
Al-Junaid Al-Baghdadi
Beliau adalah al-Junaid ibn Muhammad al-Khazzaz
al-Qawariri al-Baghdadi. Memiliki kunyah Abu al-Qasim. Ayah beliau adalah
seorang penjual kaca, karenanya gelar beliau “al-Qawariri” adalah disandarkan
kepada profesi ayahnya tersebut. Keluarga al-Junaid berasal dari Nahawand,
namun beliau dilahirkan dan tumbuh di Irak.
Al-Junaid adalah salah seorang sufi terkemuka di samping
seorang ahli fiqih. Dalam fiqih beliau bermadzhab kepada Imam Abu Tsaur.
Al-Junaid sudah memberikan fatwa-fatwa hukum dalam madzhab tersebut dalam
umurnya yang baru 20 tahun. Beliau lama bergaul dan belajar kepada pamannya
sendiri, yaitu Imam Sirri as-Saqthi, lalu kepada al-Harits al-Muhasibi,
Muhammad ibn al-Qashshab al-Baghdadi, dan sufi terkemuka lainnya. Di kalangan
sufi al-Junaid dikenal sebagai pemuka dan pimpinan mereka dengan gelar Sayyid
ath-Tha-ifah ash-Shûfiyyah.
Al-Junaid salah seorang sufi yang memiliki jasa besar
dalam menjaga kemurnian tasawuf. Faham-faham dan akidah-akidah menyesatkan yang
hendak masuk dalam ajaran tasawuf habis dibersihkan oleh beliau. Karena itu
banyak ungkapan-ungkapan beliau yang di kemudian hari menjadi landasan utama
dalam usaha menjaga kebenaran tasawuf dan kemurnian ajaran Islam.
Abu Ali ar-Raudzabari berkata: “Saya mendengar al-Junaid
berkata kepada orang yang mengatakan bahwa ahli ma’rifat dapat sampai kepada
suatu keadaan yang tidak lagi baginya untuk berbuat apapun, –Artinya menurutnya
orang tersebut boleh meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang telah diwajibkan–,
al-Junaid berkata kepadanya: “Ini adalah perkataan kaum yang berpendapat segala
perbuatan-perbuatan akan gugur. Dan ini bagiku adalah sesuatu yang sangat
berbahaya. Seorang pelaku zina dan seorang yang mencuri jauh lebih baik dari
pada orang memiliki pendapat seperti itu. Sesungguhnya, orang-orang yang ‘Ârif
Billâh adalah mereka yang mengerjakan seluruh pekerjaan sesuai perintah Allah,
karena hanya kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan itu kembali. Andaikan aku hidup
dengan umur 1000 tahun, dan aku tidak meninggalkan kebaikan sedikitpun selama
umur tersebut, maka kebaikan itu tidak akan dianggap oleh Allah kecuali bila
sesuai dengan apa yang telah diperintahkannya. Inilah keyakinan yang terus
memperkuat ma’rifat-ku dan memperkokoh keadaanku” .
Muhammad Ibn Abdullah ar-Razi berkata: Saya mendengar Abu
Muhammad al-Jariri berkata: Saya mendengar al-Junaid berkata: “Kita tidak
mengambil tasawuf dengan banyak bicara saja (al-Qîl Wa al-Qâl). Tapi kita
mengambilnya dengan lapar (puasa), meninggalkan kelezatan dunia dan melepaskan
segala hal-hal yang menyenangkan dan yang indah. Karena tasawuf adalah
kemurnian hubungan dengan Allah yang dasarnya menghindari kesenangan dunia,
sebagai mana pernyataan Haritsah di hadapan Rasulullah: “Aku hindarkan diriku
dari dunia, aku hidupkan malamku dan aku laparkan siang hariku…” .
Al-Junaid juga berkata: “Seluruh jalan menuju Allah
tertutup bagi semua makhluk, kecuali bagi mereka yang benar-benar mengikuti
Rasulullah dalam setiap keadaannya”.
Dalam kesempatan lain beliau berkata: “Jika seseorang
dengan segala kejujurannya beribadah kepada Allah selama satu juta tahun, namun
kemudian ia berpaling dari-Nya walau hanya sesaat, maka apa yang tertinggal
darinya jauh lebih banyak dibanding dengan apa yang telah ia dapatkan”.
Juga berkata: “Siapa yang tidak hafal al-Qur’an dan tidak
menulis hadits-hadits Rasulullah maka orang tersebut jangat diikuti, karena
ilmu kita ini (tasawuf) diikat dengan al-Qur’an dan Sunnah” .
Sikap wara’, zuhud, takwa, tawadlu’ dan kuat dalam ibadah
sudah barang tentu merupakan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa al-Junaid.
Suatu ketika beliau ditanya tentang kemegahan dunia, beliau menjawab:
“Keberhasilan atas segala kebutuhan dunia adalah dengan meninggalkannya”.
Diriwayatkan dari Ja’far ibn Muhammad bahwa al-Junaid
berkata kepadanya: “Jika engkau sanggup untuk tidak memiliki peralatan apapun
di rumahmu kecuali sehelai tikar maka lakukanlah…!”. Ja’far ibn Muhammad
berkata: “Dan memang yang ada di rumah al-Junaid hanyalah sehelai tikar”.
Diriwayatkan dari al-Khuldy bahwa al-Junaid al-Baghdadi
selama dua puluh tahun tidak pernah makan kecuali satu kali dalam seminggu.
Dalam setiap malam beliau melaksanakan shalat sebanyak empat ratus raka’at.
Sementara di siang hari, al-Junaid menghabiskan waktunya untuk shalat sebanyak
tiga ratus raka’at dan tiga puluh ribu kali bacaan tasbîh.
Banyak sekali karamah yang dianugerahkan oleh Allah
kepada al-Junaid sebagai bukti kebenaran keyakinan dan jalan yang ditempuhnya.
Di antaranya, suatu ketika datang kepadanya seorang Yahudi kafir berkata:
“Wahai Abu al-Qasim, apakah pengertian dari hadits:
اتّقُوْا فَرَاسَةَ
الْمُؤْمِنِ فَإنّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
“Takutilah firasat seorang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya dari
Allah”. (Artinya panglihatan seorang mukmin yang saleh memiliki kekuatan).
Mendengar pertanyaan spontan dari orang Yahudi itu,
al-Junaid sejenak menundukkan kepala. Tiba-tiba al-Junaid berkata: “Wahai orang
Yahudi, masuk Islamlah engkau karena telah datang waktu bagimu untuk masuk
agama Islam”. Mendapat jawaban demikian, orang Yahudi tersebut langsung masuk
Islam.
Abu ‘Amr ibn ‘Ulwan berkata: “Suatu hari aku pergi ke
pasar Rahbah untuk suatu keperluan. Setelah sampai di pasar tiba-tiba tanpa
sengaja mataku tertuju kepada seorang perempuan cantik. Aku memalingkan muka
sambil mengucap istighfâr. Namun lagi-lagi mataku tertuju kepadanya. Setibanya
aku di rumah, seorang nenek berkata kepadaku: “Wahai tuan, apa yang menyebabkan
wajahmu menjadi hitam?”. Aku mengambil cermin, dan benar ternyata wajahku
berubah menjadi hitam. Lalu aku berdiam diri di rumahku selama empat puluh hari
meminta ampun kepada Allah. Setelah empat puluh hari tiba-tiba hatiku berkata:
“Kunjungilah gurumu; al-Junaid”. Maka aku bergegas menuju kota Baghdad. Setelah
sampai di rumah al-Junaid aku mengetuk pintu, tiba-tiba al-Junaid datang
membukakan pintu sambil berkata: “Masuklah wahai Abu ‘Amr, engkau berbuat dosa
di Rahbah dan kita minta ampun kepada Allah di Baghdad” .
Ali ibn Muhammad al-Hulwani berkata: Berkata kepadaku
Khair an-Nassaj: “Suatu hari aku sedang duduk di rumahku. Tiba-tiba hatiku
memiliki prasangka bahwa al-Junaid sedang berada di depan pintu rumahku. Tapi
aku berfikir mungkin ini hanya prakiraan saja. Namun dalam hatiku prasangka tersebut
timbul kembali bahwa memang al-Junaid sedang berada di depan pintu rumahku.
Sekali lagi aku berfikir mungkin itu hanya prakiraan saja. Lagi-lagi prasangka
dalam hatiku tersebut datang kembali, ini berulang hingga tiga kali. Lalu aku
berdiri menuju pintu untuk membukanya, dan ternyata benar al-Junaid sedang
berdiri di sana, seraya berkata kepadaku: “Wahai Khair, semestinya engkau
membukakan pintu dengan prasangkamu yang pertama” .
Al-Junaid wafat hari Jum’at tahun 297 Hijiriah atau 910
Masehi. Abu Bakr al-‘Aththar berkata: “Menjelang al-Junaid wafat kami dengan
beberapa orang sahabat berada di sisinya. Beliau dalam keadaan melaksanakan
shalat dengan posisi duduk. Setiap kali hendak sujud ia menekuk kedua kakinya.
Beliau terus berulang-ulang melakukan shalat, hingga ruh dari kakinya mulai
terangkat. Ketika kakinya sudah tidak bisa lagi digerakkan, Abu Muhammad
al-Jariri berkata kepadanya: Wahai Abu al-Qasim sebaiknya engkau berbaring!.
Kemudian al-Junaid mengucapkan takbir dan membaca 70 ayat dari surat al-Baqarah
setelah sebelumnya telah mangkhatamkan bacaan al-Qur’an seluruhnya.
Belum ada Komentar untuk "Tasawuf Aliran Al-Junaid Al-Baghdadi "
Posting Komentar